fbpx

Optimalisasi Pulau Bali Bagian Barat Sebagai Kawasan Konservasi Curik Bali

Screenshot 2024-02-20 130839

Categories



Published

November 1, 2017

HOW TO CITE

Ibnu Maryanto, dkk.

Keywords:

Curik Bali, Pulau Bali, Konservasi

Synopsis

Ekosistem terbentuk dari ketergantungan antara satu jenis dan jenis lain yang hidup dalam satu area geografis. Khusus di daerah Pulau Bali bagian barat, curik bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) merupakan jenis burung yang memiliki peran penting sebagai pengendali populasi serangga yang berpotensi menjadi hama bagi tumbuhan. Sayangnya, curik bali sudah punah di habitat aslinya; hanya tersisa sejumlah individu di penangkaran ex situ.Buku ini mengupas tuntas topik mengenai reintroduksi curik bali ke habitat asalnya. Berbagai data dan analisis yang dapat membantu upaya tersebut disajikan dalam buku ini, mulai dari telaah geografis dan klimatologis Pulau Bali bagian barat hingga kajian genetis pengembangbiakan curik bali. Buku ini cocok bagi para pegiat konservasi hewan dan pemerhati curik bali. Para peneliti, mahasiswa, dan pengambil kebijakan juga dapat menggunakan buku ini sebagai referensi dalam upaya menjaga kelangsungan suatu ekosistem.

References

Giller, P. S. 1984. Community Structure and the Niche. London-New York: Chapman & Hall.

Lacy, R. C. 1987. “Loss of Genetic Diversity from Managed Population: Interacting E ects of Dri , Mutation, Immigration, Selection, and Population Subdivision.” Conservation Biology 1: 143–158.

Maryanto, I dan S. Higashi. 2011. “Comparison of Zoogeogra Among Rats, Fruit Bats, and Insectivorous Bats on Indonesian Islands.” Treubia 38: 33–52.

Noerdjito, M., Roemantyo, dan T. Sumampau. 2011. “Merekonstruksi Habitat Curik Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) di Bali Bagian Barat.” Jurnal Biologi 7(2): 341–329.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.30/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD).

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/Menhut- II/2012 tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1994 tentang Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2013 tentang Protokol Nagoya tentang Akses pada Sumber Daya Genetik dan Pembagian Keuntungan yang Adil dan Seimbang yang Timbul dari Pemanfaatan- nya atas Konvensi Keanekaragaman Hayati.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Scroll to Top
×